Limbah Industri Peternakan

Industri peternakan melibatkan elemen makhluk hidup yang tentu saja tidak luput dari manajemen limbah. Apalagi dengan pertumbuhan industri peternakan, pelaku industri berhadapan dengan ribuan hewan yang tiap harinya mengeluarkan limbah berupa kotoran yang notabene dibuang begitu saja di permukaan tanah peternakan. Ketika limbah industri peternakan diproduksi di satu area, tidak ada cara yang aman dan murah untuk menggunakan limbah tersebut secara produktif maupun maupun lahan pembuangan akhir.

Melihat Limbah Industri Ternak AS

USDA mengestimasikan bahwa 335 juta ton limbah kotoran kering diproduksi tiap tahunnya oleh industri peternakan Amerika Serikat. Jumlah tersebut merepresentasikan sepertiga jumlah limbah industri yang diproduksi tiap tahun. Data lebih jauh lagi, operasi memberi makan ternak tiap tahunnya memproduksi 100 kali kotoran lebih banyak dibanding proses pengolahan kotoran manusi di pengolahan air limbah Amerika Serikat. Satu peternakan dengan 2500 ekor sapi memproduksi limbah industri yang sama jumlahnya dengan satu kota dengan 411.000 penduduk. Tidak seperti limbah manusia, di beberapa kasus tidak banyak regulasi yang dibuat untuk mengolah limbah industri ternak.

Limbah Ternak dan Lingkungan

Banyak orang mempercayai bahwa limbah binatang tidak membahayakan karena sifat alaminya, namun sebenarnya limbah binatang bisa menjadi cukup berbahaya. Fasilitas pabrik peternakan mencemari udara dan melepaskan lebih dari 400 gas berbeda, yang sebagian besar diproduksi oleh besarnya jumlah limbah kotoran hewan. Gas yang banyak dilepaskan adalah hidrogen sulfida, metan, amonia, dan karbon dioksida. Gas tersebut dapat mencemari udara dan akhirnya berpengaruh pada kesehatan manusia dan lingkungan. Nitrat oksida juga dihasilkan dalam jumlah yang besar dari limbah industri ternak melalui kotoran hewan yang juga menjadi penyebab terjadinya hujan asam.

Di antara banyak elemen nutrisi dalam kotoran hewan, fosfor dan nitrogen merupakan elemen yang sangat baik untuk tanah jika diberikan pada konsentrasi yang kecil. Namun jumlah limbah industri ternak yang biasa ditemukan di laguna maupun tempat penyimpanan dalam jumlah besar dapat menyebabkan serangkaian permasalahan ekologi seperti matinya ikan dan hilangnya biodiversitas. Dan jika dilepaskan begitu saja di lingkungan terbuka dapat mempengaruhi kesehatan manusia jika mencemari sumber air minum. 

Kebijakan Limbah Industri Konstruksi

Secara umum, limbah industri merupakan substansi buangan sebagai hasil dari proses produksi yang tidak digunakan lagi. Tiap praktik industri menghasilkan limbah dalam bentuk-bentuk yang berbeda, benda padat, cair, maupun berupa gas. Dalam industri konstruksi, limbah juga dihasilkan oleh tiap proyek, baik itu pembangunan maupun pembongkaran. Limbah industri konstruksi ini juga diatur dalam undang-undang, di mana salah satu bagian yang menarik dari negara Indonesia adalah pembangunan infrastruktur untuk mendukung pertanian Indonesia juga memiliki peraturan pelaksanaan untuk menjaga lingkungan. Kebijakan konstruksi ini meliputi 3 hal, pra-kontruksi, proses konstruksi, dan paska konstruksi, di mana ketiganya saling berhubungan dan memiliki peraturan yang saling mempengaruhi. Pelaksanaan kebijakan ini adalah tanggung jawab kontraktor dan meliputi beberapa hal penting.

Memasukkan Environmental Codes of Practice dalam spesifikasi kontraktor sekaligus menaati semua peraturan lingkungan selama proses kontruksi berlangsung

Kebijakan ini berkaitan dengan usaha pemerintah untuk memastikan bahwa kontraktor terikat secara legal kepada peraturan pemerintah terkait dampak proses konstruksi termasuk limbah industri yang dihasilkan. Beberapa material seperti kayu, besi, maupun barang barang lainnya perlu ditangani secara bijak agar setelah proses konstruksi selesai, proyek tidak meninggalkan dampak buruk terhadap lingkungan. Panduan awal ini juga untuk memberikan kesempatan bagi para kontraktor untuk dapat melakukan proyek konstruksi dengan tanggung jawab kepada pemerintah, masyarakat sipil, maupun lingkungan. 

Penghentian proyek ketika ditemukan artefak budaya

Hal ini juga menjadi acuan kebijakan yang ditawarkan pemerintah mengingat banyak situs artefak Indonesia yang masih belum ditemukan dan dilacak dengan baik karena tertimbun dalam tanah selama ratusan/ribuan tahun. Pengerjaan proyek konstruksi tidak boleh dilanjutkan jika kontraktor menemukan artefak. Penemuan ini harus dilaporkan kepada pemerintah dan tentu hal ini dimasukkan pada kontrak kontruksi.

Penanganan Limbah B3

Pengolahan limbah industri yang beracun juga menajdi tanggung jawab kontraktor di mana pengolahannya harus menaati peraturan yang dibuat oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Limbah industri konstruksi yang berbahaya antara lain gips, cat tembok, bahan bakar mesin, drum penyimpan, dan lain-lain. Kontraktor harus menjamin bahwa limbah industri yang beracun dan berbahaya diolah dengan tepat.

 

PBB: Limbah Industri Medis Menjadi Masalah

Menurut seorang ahli hak asasi manusia PBB, limbah industri medis merupakan masalah yang sedang bertumbuh di seluruh dunia, membahayakan kesehatan para staff, pasien, pegawai limbah dan orang-orang yang melakukan kontak dengan material beracun yang dibuang oleh rumah sakit dan situs kesehatan lainnya.

Calin Georgescu, reporter spesial PBB untuk hak asasi manusia dan limbah beracun, menyampaikan laporan di mana beliau memberikan peringatan bahwa dunia tidak menaruh perhatian penuh pada permasalahan yang disebabkan oleh limbah industri medis.

“Sekitar 20-25% dari total seluruh limbah yang diproduksi oleh pusat kesehatan diperhitungkan sebagai limbah B3 dan mampu menciptakan berbagai risiko kesehatan dan lingkungan jika tidak diolah dan dibuang dengan cara yang tepat,” sahutnya.

Limbah industri medis mengandung berbagai material beracun, seperti limbah infeksi, limbah anatomikal dan mengandung penyakit, produk kimia kadaluarsa dan material farmasi, material radioaktif, serta segala instrumen/peralatan yang sudah tidak digunakan.

Permasalahan ini muncul di negara-negara berkembang, di mana jumlah limbah industri medis yang dihasilkan meningkat secara cepat seiring dengan meningkatnya jasa kesehatan di negara-negara tersebut. Namun secara finansial dan teknologi, negara-negara tersebut tidak mampu menyediakan pengolahan limbah industri yang baik.

“Limbah industri medis beracun yang dibakar pada skala kecil akan menghasilkan abu pembuangan dan emisi dioksin, yang 40.000 kali lebih tinggi dari batas yang telah ditentukan konvensi internasional,” kata Georgescu.

Reporter khusus mencatat bahwa benda tajam yang telah terkontaminasi merupakan atensi utama, dengan jarum suntik yang tidak dikelola dan mengandung patogen akan berakibat pada penyebaran virus hepatitis B, hepatitis C dan HIV.

“Maka dari itu, tiap tipe limbah industri medis yang beracun mewakili bahaya yang dapat merusak hak asasi manusia,”

Georgescu juga telah membuat serangkaian rekomendasi untuk mengurangi ancaman akibat limbah industri medis, termasuk mengajukan perkembangan legal internasional dalam pengelolaan dan pembuangan limbah serupa serta mengganti metode pembakaran limbah medis dengan metode yang lebih ramah lingkungan.

(diedit dan diterjemahkan dari http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=39543&Cr=toxic&Cr1#.UdpX2z6hIgw)

Limbah Industri Tekstil

Tahukah Anda bahwa kurang lebih ada 12 juta ton limbah industri tekstil yang dihasilkan tiap tahunnya di Amerika Utara? 5% penghuni tempat pembuangan sampah akhir adalah limbah tekstil. Dengan jumlah yang besar ini, tentu limbah pakaian yang tidak diolah dan dikurangi dengan signifikan akan membawa dampak yang buruk bagi lingkungan.

Industri daur ulang limbah pakaian merupakan salah satu industri daur ulang yang pernah dibentuk dan kinerja industri ini benar-benar efisien. Faktanya, 93% semua limbah industri tekstil mampu didaur ulang dimana 35% kembali menjadi pakaian siap pakai, 33% menjadi benang proses, 25% menjadi kain pembersih dan 7% menuju pembuangan darat. Namun dengan jumlah pemakaian sandang yang semakin meningkat, jumlah limbah pun juga semakin meningkat.

Pencegahan Limbah Industri Tekstil

Mencegah peningkatan jumlah limbah tekstil merupakan salah satu cara yang efektif untuk memenuhi persyaratan lingkungan untuk industri. Untuk industri tekstil sendiri, salah satu metode yang digunakan adalah dengan memberi pendidikan dan pemahaman bagi konsumen. Metode ini lebih mudah diterapkan di negara maju dengan daya beli yang lebih tinggi dan permintaan akan pakaian yang lebih tinggi dibanding negara berkembang. Sebagai contoh, untuk para desainer, pembuatan desain baju perlu memikirkan beberapa hal sebelum membuat pola baju seperti materi yang akan digunakan dan tentu saja estetikanya.

Untuk eco-designer, perlu juga mempertimbangkan beberapa elemen seperti: menciptakan produk yang tahan lama dan memiliki fungsi yang lebih baik, menggunakan bahan pra-konsumen yang didaur ulang, mengurangi berat dan volume produk dengan menggunakan materi yang lebih ringan, membuat produk yang dapat digunakan lagi. Jika desiner meletakkan elemen-elemen tersebut pada rancangan bajunya, maka inisiatif mencegah limbah industri tekstil akan berlangsung efektif.

Untuk konsumen, mereka perlu mengambil keputusan yang ramah lingkungan dengan membeli pakaian yang sesuai dengan kebutuhan. Konsumen juga perlu mempertimbangkan pakaian yang bisa dipakai dalam waktu yang panjang sehingga tidak perlu mengganti pakaian dengan membeli terlalu sering.

Pemanfaatan Limbah Batu Bara

Penggunaan batu bara sebagai salah satu sumber energi tentu memberikan dampak juga. Pembakaran batu bara yang digunakan di pembangkit listrik menimbulkan dampak berupa sisa pembakaran. Sisa pembakaran batu bara juga dikenal dengan fly ash. Umumnya, manajemen fly ash sering kali mengalami kesulitan padahal pemanfaatan limbah ini dapat membawa beberapa keuntungan.

Mengolah Fly Ash?

Operator pembangkit listrik tenaga batu bara perlu mengatur pengeluaran, pemasukan, serta risiko agar dapat terus beroperasi. Jika berhasil mengatur fly ash menjadi bagian yang penting maka keberhasilan tersebut juga menjadi milik pembangkit listrik. Dalam lingkungan bisnis, pembangkit listrik perlu mengontrol pengeluar, modal kapital, serta risiko dan segera memulai manajemen penggunaan batu bara. Pemanfaatan limbah tersebut akan memberikan kesempatan yang signifikan di beberapa area:

  • Mengurangi ongkos dan manajemen pengeluaran untuk lahanp pembuangan. Dengan mengurangi jumlah fly ash secara signifikan maka perusahaan dapat mengurangi biaya berlebihan pada penggunaan lahan.
  • Menghindari tanggung jawab di masa depan. Dengan mendaur ulang fly ash perusahaan mengurangi dampak negatif dari pelanggaran regulasi lingkungan di masa depan.
  • Solusi ramah lingkungan.

Pemanfaatan Limbah Batu Bara Fly Ash

Seperti dicatat oleh kompas.com, menurut Kepala Pusat Litbang Permukiman, fly ash pada dasarnya dapat dimanfaatkan dan diolah menjadi material yang berguna. Dengan mengenalkan teknologi pengolahan fly ash, bahan tersebut dapat digunakan kembali dan memiliki nilai ekonomis tinggi bagi masyarakat sekitar. Teknologi ini mampu mengubah fly ash menjadi paving block dengan kualitas yang baik. Pemanfaatan limbah batu bara perlu membudidayakan teknologi dan tenaga yang sudah ada. Dengan dikenalkannya teknologi ini pada masyarakat, masyarakat dapat menjadi inovatif dan akhirnya dapat memberikan pekerjaan bagi anak-anak muda.

Pemanfaatan limbah batu bara tentu juga membutuhkan konsistensi dari masyarakat berupa transfer teknologi yang distributif. Diharapka teknologi pengolahan fly ash dapat menjadi salah satu teknologi yang mampu dinikmati oleh kalangan masyarakat kelas bawah. Menggunakan paving block yang terbuat dari fly ash merupakan salah satu hasil yang membanggakan dan Puskim akan berusaha untuk terus mengembangkan teknologi-teknologi yang berguna untuk masyarakat.

Karakteristik Limbah B3 Industri

Sebuah industri manufaktur pada umumnya menghasilkan limbah yang dihasilkan dari bahan proses produksi. Dalam industri, pengenalan karakteristik limbah berguna untuk pengelolaan selanjutnya. Karena pengolahan baik itu secara fisika, kimia, maupun biologis disesuaikan berdasar reaksinya. Khususnya pada limbah B3 terdapat beberapa karakter yang dimiliki sehingga sebuah limbah dapat dikategorikan sebagai limbah B3, yaitu:

1. Mudah Terbakar
Limbah yang mudah terbakar dapat menciptakan api dalam beberapa kondisi seperti, dapat menyala tiba-tiba atau memiliki suhu di bawah 60 derajat Celsius. Contohnya adalah limbah minyak. Dan limbah dengan karakteristik ini perlu diuji melalui beberapa metode yang diadopsi oleh perusahaan.

2. Korosif
Karakter ini merupakan karakter yang mampu membuat lempeng besi/baja berkarat.

3. Reaktif
Limbah yang reaktif merupakan limbah yang tidak stabil di bawah kondisi normal. Mudah meledak, dapat menyebarkan aroma beracun, gas, dan uap jika dipanaskan, dikompres, atau dicampur dengan air.

4. Beracun
Limbah beracun memiliki efek dan dampak yang fatal apabila dicerna atau diserap (contoh: merkuri). Ketika limbah beracun dibuang ke tanah, cairan yang terkontaminasi dapat mengalir dan mencemari air bawah tanah.

Jika salah satu karakter di atas dipenuhi oleh satu jenis limbah maka limbah tersebut dikategorikan sebagai limbah B3 dan pengolahannya perlu mendapat perhatian yang cukup.

Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia telah menetapkan beberapa regulasi yang mengatur pengelolaan limbah B3 meskipun beberapa perusahaan sempat mengajukan keberatan. Keberatan tersebut antara lain tidak adanya penggolongan yang spesifik dari Kementerian sehingga semua jenis limbah berpotensi menjadi limbah B3. Maka dari itulah pelaku industri perlu dilibatkan dalam pembuatan kebijakan agar terdapat kesinambungan antara kebijakan dan aplikasinya di lapangan. Pengolahan limbah B3 tidak hanya melibatkan pemerintah sebagai pengawas dan pengatur regulasi namun juga perlu melibatkan semua pihak agar pengolahan limbah B3 menjadi lebih terintegrasi.

Saatnya Mengurangi Jumlah Limbah Industri Pangan

Limbah industri pangan memang menjadi salah satu permasalahan, mengingat jumlahnya yang sangat besar dan kerugian yang dihasilkan. Dari penelitian yang dilakukan PBB, di negara berkemabang limbah industri pangan dan food loss berada pada tahap pertama di rantai pangan dan dapat dilacak kembali pada penanganan makanan secara finansial, manajerial, dan teknikal termasuk pada fasilitas penyimpanan. Maka memperkuat rantai makanan melalui dukungan terhadap petani dan investasi terhadap infrastruktur, transportasi, dan pengemasan makanan dapat membantu mengurangi jumlah limbah.

Namun di negara-negara dengan pendapatan tinggi, makanan banyak terbuang di tahap terakhir dari rantai pangan. Berbeda dengan situasi di negara berkembang, hal ini disebabkan karena kebiasaan konsumen yang memainkan bagian besar di negara industri. Studi mengidentifikasikan bahwa kurangnya koordinasi antar aktor dalam rantai pangan. Maka baik meningkatkan kesadaran antar industri, retailer, dan konsumen maupun mencari keuntungan dari penyimpanan makanan dapat mengurangi jumlah limbah

Dari analisa PBB tersebut, maka negara-negara mulai mengadakan kampanye untuk meningkatkan kesadaran konsumen mengenai pangan. Oxfam Australia pun memberikan beberapa langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah limbah industri pangan.

1. Perencanaan Masakan

Perencanaan makanan bisa dilakukan dengan membuat daftar masakan apa saja yang akan dibuat selama satu hari. Dengan menghitung seberapa banyak jumlah masakan yang akan dibuat beserta dengan bahan-bahan yang dibutuhkan, maka secara langsung menghindari kelebihan makanan dalam jumlah yang banyak. Menentukan porsi dan rencana makan merupakan hal yang sangat sederhana. 

2. Daftar Belanja

Setalah merencanakan makanan yang akan dimasak, buatlah daftar belanjaan sesuai dengan perencanaan masakan. Misal membuat sayur porsi 3 orang, kita membutuhkan wortel, kubis, dan kentang. Tentukan berapa gram wortel, kubis, maupun kentang yang kita butuhkan. Jika mempunyai kulkas, Anda bisa membeli lebih untuk persediaan selama seminggu dengan perencanaan masakan selama seminggu juga. Namun jika tidak memiliki kulkas, akan sangat baik jika menghabiskan belanjaan dalam sehari sehingga tidak ada yang busuk.

 3. Menggunakan Kembali Sisa Makanan

Jika masakan yang dibuat masih terdapat sisa yang tidak banyak, gunakan untuk membuat jenis masakan yang lain. Sebagai contoh, potongan ayam yang tidak banyak bisa diolah menjadi nasi goreng. Atau mungkin sisa sayur, dapat diolah secara kreatif menjadi salad yang dicampur dengan buah. Tingkatkan kreativitas dalam memasak untuk mengurangi jumlah makanan yang terbuang percuma.

4. Makanan untuk Cacing

Simpan sisa makanan dalam sebuah kontainer dan jadikan sebagai kompos. Kompos sangat berguna untuk menyehatkan cacing-cacing di dalam tanah dan menyuburkan tanah di sekitar rumah. Dengan menyuburkan tanah di sekitar rumah kita bisa berkreasi dengan mencoba menanam tumbuh-tumbuhan yang tentunya juga berguna bagi lingkungan. 

Limbah Industri Medis

Industri kesehatan merupakan salah satu industri dengan limbah yang dapat dikategorikan sebagai limbah berbahaya. Limbah industri medis sendiri dikategorikan dalam beberapa kelompok yaitu limbah menular, limbah B3, dan limbah radioaktif. Ketiga tipe limbah ini merangkum semua sampah medis termasuk benda tajam seperti jarum suntik, alat bedah bekas, organ bekas operasi bedah, dan peralatan gelas lainnya. Limbah industri medis dalam bentuk cair juga memiliki sifat patologi di mana mampu menularkan penyakit termasuk obat-obat kadaluarsa termasuk obat kemoterapi

Penanganan Limbah Medis

Limbah industri medis biasanya ditangani melalui pemakaran dengan suhu antara 982-1093 derajat Celsius. Limbah dimasukkan ke dalam ruangan pertama dimana limbah dibakar pada suhu sangat tinggi. Kemudian ruangan kedua merupakan ruang pembakaran untuk mengkonversi limbah menjadi karbon dioksida dan air. Lalu air direbus dan kemudian dijadikan uap dimana uap ini memilki potensi untuk menciptakan energi.

90% limbah medis diolah melalui pembakaran namun di sisi lain pembakaran ini memiliki efek kemungkinan pada polusi udara. Asap yang dihasilkan oleh pembakaran mengandung zat yang dapat membahayakan. Selain itu juga beberapa isu dimunculkan seperti kandungan dalam abu pembakaran limbah medis. Namun selama ini tidak banyak data yang bisa didapatkan mengenai akses abu limbah industri medis terhadap kesehatan tanah.

Butuh Kesadaran dari Pekerja Medis

Penanganan limbah industri medis pada dasarnya sama dengan penanganan limbah industri yang lain. Dalam pengolahannya juga membutuhkan kesadaran dari semua pihak medis supaya tidak ada limbah yang terbuang sembarangan. Karena limbah industri medis yang terbuang sembarangan dapat membawa dampak yang negatif bagi kesehatan manusia maupun makhluk hidup lainnya. Maka dari itu treatment yang tepat dan manajemen yang benar, akan menghindarkan limbah industri medis menjadi limbah yang membahayakan.

Minimalisasi Limbah Industri Manufaktur

Industri manufaktur merupakan industri yang banyak menghasilkan limbah dalam segala bentuk. Menurut safewater.org, ada banyak cara untuk mengurangi limbah dalam setting industrial. Minimalisasi limbah industri bukan hanya pada persoalan kuantitas namun juga bagaimana mengurangi kandungan racun yang terdapat di dalam limbah. Beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi limbah :

  1. Mengubah komposisi produk untuk mengurangi jumlah limbah dari pemakaian produk
  2. Mengurangi atau mengeliminasi material beracun dalam proses produksi
  3. Menggunakan teknologi (pengukuran maupun pemotongan) untuk membuat perubahan dalam proses produksi; peralatan, layout, atau kondisi operasi
  4. Praktik operasi yang benar seperti program minimalisasi limbah, praktik manajemen dan personal, dan membantu segregasi limbah untuk mengurangi limbah dari sumbernya.

Salah satu metode mengurangi jumlah dan kandungan racun dalam limbah industri juga dicanangkan oleh PBB Program LIngkungan (UNEP) dalam Produksi yang Lebih Bersih (Cleaner Production) pada tahun 1989. Cleaner Production merupakan aplikasi berkelanjutan dari strategi pencegahan lingkungan yang terintergrasi dan diaplikasikan dalam proses, produk, dan pelayanan untuk meningkatkan efisiensi secara keseluruhan dan mengurangi risiko pada manusia dan lingkungan.

– Untuk proses produksi: strateginya meliputi konservasi bahan mentah dan energi, mengeliminasi bahan mentah beracun, dan mengurangi kuantitas dan zat beracun semua emisi dan limbah

– Untuk produk: strategi difokuskan pada mengurangi dampak negatif dari siklus hidup sebuah produk, baik dari ekstraksi bahan mentah maupun pembuangan terakhir

– Untuk pelayanan: strategi melibatkan kepedulian inkorporasi terhadap lingkungan dalam distribusi

Dari pemahaman baik dari PBB maupun strategi secara teknikal perlu diaplikasikan oleh industri manufaktur secara konsisten dan terintegari. Inisiatif untuk mengurangi jumlah maupun kandungan limbah industri membutuhkan strategi yang juga perlu dikontrol dan dievaluasi secara rutin untuk mendapatkan dampak yang efektif.

Rantai Limbah Industri Pangan

Industri makanan merupakan sektor industri yang sangat penting. Ketahanan pangan menjadi isu yang krusial di beberapa negara kurang berkembang dan menuntut adanya perubahan dan distribusi pangan yang lebih seimbang. Mengapa? Karena menurut PBB sepertiga hasil produksi merupakan limbah industri pangan. 1.3 milyar makanan dibuang setiap tahunnya dan menurut pemimpin Vatikan, Paus Francis, hal ini disebabkan karena ‘budaya membuang’ (culture of waste) di negara-negara maju. Hal ini tentu saja mengenaskan melihat masih ada masyarakat di belahan dunia lain mengalami kelaparan. PBB bahkan mendata 870 juta orang mengalami kelaparan dan 2 milyar orang masih mengalami mal-nutrisi dan defisiensi nutrisi.

Butuh Peran Terintegrasi

rantai limbah industri pangan

rantai limbah industri pangan

Penanganan limbah industri pangan memang kompleks khususnya berhubungan dengan konsumen. Menurut rantai food loss FAO, persentase pembuangan makanan paling banyak ada di tangan konsumen. Konsumen membuang 27-33% makanan dari rangkaian yang melibatkan pembuangan selama proses produksi, proses penyimpanan, proses pengemasan, dan distribusi. Hal ini juga menunjukkan bahwa pemegang rantai tertinggi dalam pembuangan makanan adalah masyarakat pada umumnya.

Berdasarkan fakta tersebut, FAO melalui bantuan pemerintah tiap negara mengembangkan sebuah pembaruan dalam pengurangan limbah industri pangan. Eropa menjadi region yang menanggapi hal ini dengan serius. Parlemen Eropa mengadopsi sebiah resolusi yang berkomitmen terhadap Uni Eropa untuk memotong setengah dari jumlah pembuangan makanan hingga tahun 2020. Dan tahun 2013 merupakan “Tahun Eropa Anti-Pembuangan Makanan”.

Maka masyarakat Eropa saat ini sedang digiring untuk berkontribusi pada ketahanan pangan yang di masa depan akan mempertahankan keamanan nasional negara. Efisiensi dalam mengonsumsi makanan merupakan elemen utama karena sering kali pembuangan makanan dalam jumlah besar terjadi karena ketidaktepatan dalam penghitungan konsumsi. Hal ini dapat diantisipasi melalui dukungan pemerintah kepada warganya sebagi bagian dari rantai makanan tertinggi.