Kebijakan Pengolahan Limbah Nasional Australia

Tiap negara memiliki kebijakannya masing-masing dalam pengolahan limbah. Dan tiap kebijakan tersebut disesuaikan dengan kondisi negara dan akhirnya berintegrasi dengan kebijakan/rekomendasi yang sifatnya global, seperti misalnya panduan dari PBB melalui UNEP. Australia, sebagai salah satu negara maju, memiliki kebijakan yang merangkum kerangka besar pengolahan limbah.

Kebijakan Limbah Nasional Australia memaparkan sebuah pendekatan pengolahan limbah yang baru, koheren, efisien, dan bertanggung jawab terhadap lingkungan. Kebijakan yang disepakati oleh semua kementerian pemerintah Australia pada November 2009, dan diabsahkan oleh Dewan Pemerintah Australia, menyusun arah pengolahan limbah dan perbaikan sumber daya Australia hingga tahun 2020

Tujuan Kebijakan Limbah Nasional

  • menghindari multiplikasi limbah dan mengurangi jumlah limbah pembuangan
  • mengolah limbah sebagai sumber daya
  • memastikan bahwa pengolah limbah, pembuangan, perbaikan, dan penggunaan ulang limbah dilaksanakan secara aman, ilmiah, dan ramah lingkungan
  • berkontribusi terhadap pengurangi emisi gas rumah kaca, konservasi energi dan produksi, efisiensi air, dan produktivitas penggunaan tanah

Area Kunci Kebijakan Pengolahan Limbah

Dalam kebijakan ini pemerintah Australia menyusun 6 area kunci yang menjadi landasan dari kebijakan limbah nasional yaitu:

  • Mengambil tanggung jawab – Pembagian tanggung jawab bersama untuk menjaga lingkungan, kesehatan dan keamanan produk, serta materual antar rantai manufaktur-suplai-konsumsi dibagi.
  • Meningkatkan pasar – Pasar Australia yang efektif dan efisien beroperasi untuk perbaikan sumber daya, dengan menggunakan teknologi lokal dan inovasi bersifat internasional.
  • Mempertahankan keberlanjutan – Mengurangi jumlah limbah dan meningkatkan penggunaan limbah untuk mencapai keuntungan lingkungan, sosial, dan ekonomi.
  • Mengurangi bahaya & risiko – Mengurangi konten beracun dan berbahaya dari limbah dengan perbaikan, penanganan, dan pembuangan limbah yang konsisten, aman, dan terbuka
  • Membuat Solusi – Meningkatkan kapasitas kawasan, mengawasi dan melibatkan komunitas tradisional dalam pengolahan limbah, perbaikan, dan penggunaan ulang sumber daya
  • Memberikan bukti – Pengumpulan data dan informasi yang akurat dan lengkap untuk mengukur kemajuan serta mengedukasi komunitas dalam praktik maupun kebijakan pengolahan limbah itu sendiri.

(diedit & diterjemahkan dari http://www.environment.gov.au/wastepolicy/about/index.html)

Limbah Industri Tekstil

Tahukah Anda bahwa kurang lebih ada 12 juta ton limbah industri tekstil yang dihasilkan tiap tahunnya di Amerika Utara? 5% penghuni tempat pembuangan sampah akhir adalah limbah tekstil. Dengan jumlah yang besar ini, tentu limbah pakaian yang tidak diolah dan dikurangi dengan signifikan akan membawa dampak yang buruk bagi lingkungan.

Industri daur ulang limbah pakaian merupakan salah satu industri daur ulang yang pernah dibentuk dan kinerja industri ini benar-benar efisien. Faktanya, 93% semua limbah industri tekstil mampu didaur ulang dimana 35% kembali menjadi pakaian siap pakai, 33% menjadi benang proses, 25% menjadi kain pembersih dan 7% menuju pembuangan darat. Namun dengan jumlah pemakaian sandang yang semakin meningkat, jumlah limbah pun juga semakin meningkat.

Pencegahan Limbah Industri Tekstil

Mencegah peningkatan jumlah limbah tekstil merupakan salah satu cara yang efektif untuk memenuhi persyaratan lingkungan untuk industri. Untuk industri tekstil sendiri, salah satu metode yang digunakan adalah dengan memberi pendidikan dan pemahaman bagi konsumen. Metode ini lebih mudah diterapkan di negara maju dengan daya beli yang lebih tinggi dan permintaan akan pakaian yang lebih tinggi dibanding negara berkembang. Sebagai contoh, untuk para desainer, pembuatan desain baju perlu memikirkan beberapa hal sebelum membuat pola baju seperti materi yang akan digunakan dan tentu saja estetikanya.

Untuk eco-designer, perlu juga mempertimbangkan beberapa elemen seperti: menciptakan produk yang tahan lama dan memiliki fungsi yang lebih baik, menggunakan bahan pra-konsumen yang didaur ulang, mengurangi berat dan volume produk dengan menggunakan materi yang lebih ringan, membuat produk yang dapat digunakan lagi. Jika desiner meletakkan elemen-elemen tersebut pada rancangan bajunya, maka inisiatif mencegah limbah industri tekstil akan berlangsung efektif.

Untuk konsumen, mereka perlu mengambil keputusan yang ramah lingkungan dengan membeli pakaian yang sesuai dengan kebutuhan. Konsumen juga perlu mempertimbangkan pakaian yang bisa dipakai dalam waktu yang panjang sehingga tidak perlu mengganti pakaian dengan membeli terlalu sering.

Karakteristik Limbah B3 Industri

Sebuah industri manufaktur pada umumnya menghasilkan limbah yang dihasilkan dari bahan proses produksi. Dalam industri, pengenalan karakteristik limbah berguna untuk pengelolaan selanjutnya. Karena pengolahan baik itu secara fisika, kimia, maupun biologis disesuaikan berdasar reaksinya. Khususnya pada limbah B3 terdapat beberapa karakter yang dimiliki sehingga sebuah limbah dapat dikategorikan sebagai limbah B3, yaitu:

1. Mudah Terbakar
Limbah yang mudah terbakar dapat menciptakan api dalam beberapa kondisi seperti, dapat menyala tiba-tiba atau memiliki suhu di bawah 60 derajat Celsius. Contohnya adalah limbah minyak. Dan limbah dengan karakteristik ini perlu diuji melalui beberapa metode yang diadopsi oleh perusahaan.

2. Korosif
Karakter ini merupakan karakter yang mampu membuat lempeng besi/baja berkarat.

3. Reaktif
Limbah yang reaktif merupakan limbah yang tidak stabil di bawah kondisi normal. Mudah meledak, dapat menyebarkan aroma beracun, gas, dan uap jika dipanaskan, dikompres, atau dicampur dengan air.

4. Beracun
Limbah beracun memiliki efek dan dampak yang fatal apabila dicerna atau diserap (contoh: merkuri). Ketika limbah beracun dibuang ke tanah, cairan yang terkontaminasi dapat mengalir dan mencemari air bawah tanah.

Jika salah satu karakter di atas dipenuhi oleh satu jenis limbah maka limbah tersebut dikategorikan sebagai limbah B3 dan pengolahannya perlu mendapat perhatian yang cukup.

Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia telah menetapkan beberapa regulasi yang mengatur pengelolaan limbah B3 meskipun beberapa perusahaan sempat mengajukan keberatan. Keberatan tersebut antara lain tidak adanya penggolongan yang spesifik dari Kementerian sehingga semua jenis limbah berpotensi menjadi limbah B3. Maka dari itulah pelaku industri perlu dilibatkan dalam pembuatan kebijakan agar terdapat kesinambungan antara kebijakan dan aplikasinya di lapangan. Pengolahan limbah B3 tidak hanya melibatkan pemerintah sebagai pengawas dan pengatur regulasi namun juga perlu melibatkan semua pihak agar pengolahan limbah B3 menjadi lebih terintegrasi.

Limbah Industri Medis

Industri kesehatan merupakan salah satu industri dengan limbah yang dapat dikategorikan sebagai limbah berbahaya. Limbah industri medis sendiri dikategorikan dalam beberapa kelompok yaitu limbah menular, limbah B3, dan limbah radioaktif. Ketiga tipe limbah ini merangkum semua sampah medis termasuk benda tajam seperti jarum suntik, alat bedah bekas, organ bekas operasi bedah, dan peralatan gelas lainnya. Limbah industri medis dalam bentuk cair juga memiliki sifat patologi di mana mampu menularkan penyakit termasuk obat-obat kadaluarsa termasuk obat kemoterapi

Penanganan Limbah Medis

Limbah industri medis biasanya ditangani melalui pemakaran dengan suhu antara 982-1093 derajat Celsius. Limbah dimasukkan ke dalam ruangan pertama dimana limbah dibakar pada suhu sangat tinggi. Kemudian ruangan kedua merupakan ruang pembakaran untuk mengkonversi limbah menjadi karbon dioksida dan air. Lalu air direbus dan kemudian dijadikan uap dimana uap ini memilki potensi untuk menciptakan energi.

90% limbah medis diolah melalui pembakaran namun di sisi lain pembakaran ini memiliki efek kemungkinan pada polusi udara. Asap yang dihasilkan oleh pembakaran mengandung zat yang dapat membahayakan. Selain itu juga beberapa isu dimunculkan seperti kandungan dalam abu pembakaran limbah medis. Namun selama ini tidak banyak data yang bisa didapatkan mengenai akses abu limbah industri medis terhadap kesehatan tanah.

Butuh Kesadaran dari Pekerja Medis

Penanganan limbah industri medis pada dasarnya sama dengan penanganan limbah industri yang lain. Dalam pengolahannya juga membutuhkan kesadaran dari semua pihak medis supaya tidak ada limbah yang terbuang sembarangan. Karena limbah industri medis yang terbuang sembarangan dapat membawa dampak yang negatif bagi kesehatan manusia maupun makhluk hidup lainnya. Maka dari itu treatment yang tepat dan manajemen yang benar, akan menghindarkan limbah industri medis menjadi limbah yang membahayakan.

Minimalisasi Limbah Industri Manufaktur

Industri manufaktur merupakan industri yang banyak menghasilkan limbah dalam segala bentuk. Menurut safewater.org, ada banyak cara untuk mengurangi limbah dalam setting industrial. Minimalisasi limbah industri bukan hanya pada persoalan kuantitas namun juga bagaimana mengurangi kandungan racun yang terdapat di dalam limbah. Beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi limbah :

  1. Mengubah komposisi produk untuk mengurangi jumlah limbah dari pemakaian produk
  2. Mengurangi atau mengeliminasi material beracun dalam proses produksi
  3. Menggunakan teknologi (pengukuran maupun pemotongan) untuk membuat perubahan dalam proses produksi; peralatan, layout, atau kondisi operasi
  4. Praktik operasi yang benar seperti program minimalisasi limbah, praktik manajemen dan personal, dan membantu segregasi limbah untuk mengurangi limbah dari sumbernya.

Salah satu metode mengurangi jumlah dan kandungan racun dalam limbah industri juga dicanangkan oleh PBB Program LIngkungan (UNEP) dalam Produksi yang Lebih Bersih (Cleaner Production) pada tahun 1989. Cleaner Production merupakan aplikasi berkelanjutan dari strategi pencegahan lingkungan yang terintergrasi dan diaplikasikan dalam proses, produk, dan pelayanan untuk meningkatkan efisiensi secara keseluruhan dan mengurangi risiko pada manusia dan lingkungan.

– Untuk proses produksi: strateginya meliputi konservasi bahan mentah dan energi, mengeliminasi bahan mentah beracun, dan mengurangi kuantitas dan zat beracun semua emisi dan limbah

– Untuk produk: strategi difokuskan pada mengurangi dampak negatif dari siklus hidup sebuah produk, baik dari ekstraksi bahan mentah maupun pembuangan terakhir

– Untuk pelayanan: strategi melibatkan kepedulian inkorporasi terhadap lingkungan dalam distribusi

Dari pemahaman baik dari PBB maupun strategi secara teknikal perlu diaplikasikan oleh industri manufaktur secara konsisten dan terintegari. Inisiatif untuk mengurangi jumlah maupun kandungan limbah industri membutuhkan strategi yang juga perlu dikontrol dan dievaluasi secara rutin untuk mendapatkan dampak yang efektif.

Rantai Limbah Industri Pangan

Industri makanan merupakan sektor industri yang sangat penting. Ketahanan pangan menjadi isu yang krusial di beberapa negara kurang berkembang dan menuntut adanya perubahan dan distribusi pangan yang lebih seimbang. Mengapa? Karena menurut PBB sepertiga hasil produksi merupakan limbah industri pangan. 1.3 milyar makanan dibuang setiap tahunnya dan menurut pemimpin Vatikan, Paus Francis, hal ini disebabkan karena ‘budaya membuang’ (culture of waste) di negara-negara maju. Hal ini tentu saja mengenaskan melihat masih ada masyarakat di belahan dunia lain mengalami kelaparan. PBB bahkan mendata 870 juta orang mengalami kelaparan dan 2 milyar orang masih mengalami mal-nutrisi dan defisiensi nutrisi.

Butuh Peran Terintegrasi

rantai limbah industri pangan

rantai limbah industri pangan

Penanganan limbah industri pangan memang kompleks khususnya berhubungan dengan konsumen. Menurut rantai food loss FAO, persentase pembuangan makanan paling banyak ada di tangan konsumen. Konsumen membuang 27-33% makanan dari rangkaian yang melibatkan pembuangan selama proses produksi, proses penyimpanan, proses pengemasan, dan distribusi. Hal ini juga menunjukkan bahwa pemegang rantai tertinggi dalam pembuangan makanan adalah masyarakat pada umumnya.

Berdasarkan fakta tersebut, FAO melalui bantuan pemerintah tiap negara mengembangkan sebuah pembaruan dalam pengurangan limbah industri pangan. Eropa menjadi region yang menanggapi hal ini dengan serius. Parlemen Eropa mengadopsi sebiah resolusi yang berkomitmen terhadap Uni Eropa untuk memotong setengah dari jumlah pembuangan makanan hingga tahun 2020. Dan tahun 2013 merupakan “Tahun Eropa Anti-Pembuangan Makanan”.

Maka masyarakat Eropa saat ini sedang digiring untuk berkontribusi pada ketahanan pangan yang di masa depan akan mempertahankan keamanan nasional negara. Efisiensi dalam mengonsumsi makanan merupakan elemen utama karena sering kali pembuangan makanan dalam jumlah besar terjadi karena ketidaktepatan dalam penghitungan konsumsi. Hal ini dapat diantisipasi melalui dukungan pemerintah kepada warganya sebagi bagian dari rantai makanan tertinggi.

Dampak Sosial Pengolahan Limbah yang Tepat

Dalam pengolahan limbah, pemerintah sebuah negara tentu memberikan anggaran yang tidak kecil termasuk perancangan kebijakan maupun monitoring implikasi kebijakan. Pemerintah beserta dengan tim ahli tentu merancang sebuah sistem pengelolaan yang tidak mudah. Sifatnya yang mengikat secara hukum menjadi salah satu indikasi yang menuntut kompleksitas sistem pengelolaan tersebut. Berangkat dari cost secara kuantitas dan kualitas yang tidak sedikit itu, benefit apa yang dapat diberikan dari manajemen pengolahan limbah yang tepat dan benar?

1. Kesehatan masyarakat

Negara yang sehat dapat terwujud jika masyarakat yang hidup di dalamnya juga sehat. Jika menggunakan garis pikir logika, pengelolaan limbah yang benar seperti menjauhkannya dari lingkungan, penggunaan alat keselamatan dalam pengelolaan bagi para pekerja, dan sistem yang tepat, maka masyarakat dan pekerja yang hidup di sekitarnya dapat mengurangi risiko tercemarnya tanah, sumber air, maupun tubuh mereka. Dengan demikian kesehatan dapat terjaga dan kematian akibat penyakit seperti diare dan kolera dapat dihindari. Dengan masyarakat yang lebih sehat dan jumlah kematian akibat penyakit yang menurun, maka negara mendapatkan dampak dari meningkatnya kemampuan hidup masyarakat. Dalam perkembangan ekonomi pembangunan, inidikator ini merupakan salah satu yang terpenting.

2. Kehidupan sosial masyarakat yang lebih baik

Berangkat dari kemampuan pemerintah mengatur pengolahan limbah secara tepat maka masyarakat mendapatkan lingkungan yang jauh lebih sehat. Berangkat dari lingkungan yang lebih baik dan tentunya fasilitas publik seperti taman kota dan sungai kota dapat digunakan secara maksimal. Hal ini tentu dapat mengurangi konflik-konflik sosial yang bisa terjadi akibat fasilitas publik yang tidak memadai. Secara sosial, lingkungan sehari-hari yang difasilitasi, jauh dari sampah, serta lingkungan kerja yang juga sehat mampu membentuk psikologis masyarakat menjadi lebih baik.

Dari dua dampak non-ekonomi yang dapat diberikan oleh sistem pengolahan limbah yang baik, maka pengolahan limbah perlu ditangani dengan serius. Baik itu limbah industri manufaktur maupun industri rumah tangga berupa sampah, semuanya perlu mendapatkan penanganan yang serius. Dampak sosial ini sifatnya investasi dan jangka panjang, namun mampu menjaga stabilitas negara dan tata kota.

Pengolahan Limbah: Kertas vs Digital

Di era digital ini tentu sering ditemukan perdebatan mengenai kertas versus digital, manakah yang lebih hijau? Penggunaan kertas sebagai media baca konvensional memang memungkinkan konsumsi pohon menjadi sangat rutin dan dalam jumlah besar. Dan dunia digital yang sedang berkembang diharapkan mampu menjadi media alternatif. Namun dari sisi digital pun, kelemahan utamanya adalah di penggunaan energi. Membaca melalui laptop, tablet, maupun e-book reader memerlukan energi listrik yang juga tidak sedikit. Maka seberapa signifikan perubahan dari kertas menuju digital terhadap perbaikan lingkungan? Perdebatan ini cukup menarik melihat pengolahan limbah kertas maupun limbah elektronik pun masih bermasalah.

Dari sisi pendukung kertas, pengolahan limbah kertas dinilai lebih mudah dibanding mengolah limbah elektronik. Kertas dibuat dari pohon dan sifatnya lebih ramah lingkungan. Lebih mudah juga untuk didaur ulang dan memiliki kelebihan non-lingkungan lainnya seperti penghematan dalam biaya. Sedangkan dari sisi pendukung digital menyatakan bahwa produk elektronik yang digunakan untuk membaca sifatnya lebih tahan lama. Selama pengguna dapat memanfaatkan produk dengan baik, maka produk akan bertahan lama dan tidak mudah rusak seperti kertas. Meskipun dibantah pula oleh pendukung kertas bahwa teknologi semakin maju dan manusia cenderung untuk terus mengikuti perkembangannya,

Perdebatan yang tak kunjung berakhir ini diserahkan lagi bagi masyarakat. Pilihannya untuk menggunakan kertas atau peralatan elektronik dalam hal membaca menjadi sulit untuk dikendalikan atas nama pengolahan limbah yang efektif. Beberapa hal yang ditekankan dalam perdebatan ini adalah bagaimana masyarakat dapat menggunakannya secara seimbang. Konsumsi buku digital maupun konvensional jg perlu memperhatikan hal-hal ini karena buku bukanlah produk yang nilainya dapat dikurangi begitu saja.

Perseteruan kertas vs digital tidak perlu menjadi perdebatan yang non-solutif. Baik pelaku bisnis percetakan maupun masyarakat perlu memikirkan cara-cara solutif untuk memadukan dunia kertas konvensional dengan digital untuk kemudian dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik. Usaha mengurangi limbah kertas maupun limbah elektronik dan penggunaan energi yang berlebihan, perlu diantisipasi secara strategis dan tepat guna. Agar fungsi awal buku maupun e-book tidak terhapus karena perkembangan teknologi dan kondisi lingkungan yang memburuk. 

Bank Limbah, Jembatan Pengolahan Limbah

Dalam menjalankan pengolahan limbah yang melibatkan masyarakat sipil, pemerintah Indonesia mencanangkan program Bank Limbah. Bank ini memberi kesempatan bagi tiap warga untuk memisahkan tiap sampah rumah tangga. Untuk sampah organik, Bank Limbah memberikan metode-metode praktis yang dapat digunakan untuk menjadikan sampah sebagai kompos. Untuk sampah plastik, Bank Limbah memberikan Rp 2000-4000 untuk tiap kilogram plastik.

Menurut laporan The Jakarta Globe, walikota Jakarta Timur menyatakan bahwa eksistensi Bank Sampah dapat menumbuhkan kesadaran bagi para warga mengenai kebersihan. Masyarakat diajak oleh pemerintah untuk ikut terlibat dalam pengolahan limbah yang sederhana. Hal ini menjadi langkah awal yang cukup baik untuk menunjukkan pentingnya partisipasi tiap elemen dalam pengolahan limbah yang lebih efektif.

Berangkat dari inisiatif pembentukan Bank Limbah, pengolahan limbah di Indonesia memang telah menjadi masalaha yang cukup penting, khususnya di megacity seperti Jakarta. Yang menjadi pertanyaan adalah sebenarnya faktor apa yang memicu peningkatan limbah di kota besar?

Beberapa asumsi menyatakan

(a) jumlah populasi meingkat. Jumlah penduduk yang semakin besar menimbulkan permintaan produk yang semakin tinggi juga. Permintaan produk yang tinggi memicu industri manufaktur memproduksi barang lebih banyak. Berangkat dari hal ini jumlah limbah industri maupun limbah rumah tangga pun meningkat.

(b) budaya konsumsi. Budaya konsumsi ini setara dengan meningkatnya jumlah kelas menengah di Indonesia. Khususnya di Jakarta, gaya hidup yang ‘berkelas’ membuat masyarakat menjadi konsumtif dan bahkan didukung dengan daya beli yang cukup untuk memenuhi keinginan tersebut. Maka budaya konsumtif menjadi pemicu meningkatnya jumlah limbah.

(c) kesadaran akan lingkungan yang menurun. Berangkat dari ketidakpedulian, masyarakat Indonesia melupakan kembali pentingnya kondisi lingkungan yang hijau dan mampu bertahan. Pembuangan sampah yang masih tidak pada tempatnya dan menyebabkan kebanjiran, membuat Jakarta, menjadi kota yang ‘kotor’ dengan sampah dan limbah yang tidak terkelola dengan baik. Masyarakat di sini tentu bertanggung jawab untuk menciptakan kembali kesadaran akan lingkungan yang lebih baik.

Dari asumsi di atas, kehadiran Bank Limbah harusnya dapat menjadi jembatan penghubung antara kebijakan lingkungan dan industri pemerintah dengan masyarakat luas. Pengolahan limbah tidak dapat dipandang sebelah mata dan perlu mendapat perhatian dari semua pihak. 

Tantangan Pengolahan Limbah di Negara Berkembang

Pengolahan limbah di negara maju dan negara berkembang memiliki tantangannya masing-masing. Negara maju boleh berbangga karena kemampuan teknologi, akses finansial, dan kebijakan mampu memberikan solusi-solusi pengolahan limbah yang lebih baik. Sebuah artikel yang disampaikan dalam ideas4development.org menyatakan bahwa tiap tahun negara berkembang menghabiskan US$ 46 milyar untuk mengelola limbah padat mereka. Sedangkan jumlah total limbah padat akan meningkat dua kali lipat dalam 15 tahun ke depan.

Hal ini tentu memberikan dampak yang signifikan bagi perekonomian. Otoritas publik memiliki kesulitan untuk meningkat kebutuhan finansial dalam pengolahan limbah padat. Dan sering kali kebutuhan finansial yang tinggi tidak menjamin performa kebijakan publik yang tepat. Dalam kondisi ini pengolahan limbah yang berkelanjutan menjadi sulit untuk dipertimbangkan secara matang

Akhirnya otoritas pengolahan limbah diserahkan pada sektor swasta dengan tujuan untuk menekan tekanan finansial yang muncul dari pengolahan limbah. Sektor privat sering kali memiliki kualitas finansial dan material yang lebih baik. Namun hal yang harus dipertimbangkan adalah jika sektor privat bermain dalam arena sektor publik, maka otoritas sektor publik perlu menetapkan batasan dan sektor privat juga perlu mengidentifikasi kapabilitasnya. Sektor privat tidak hanya menggunakan model bisnis, yaitu kompetisi, dalam mengerjakan pengolahan limbah, namun juga menggunakan kesempatan kerjasama yang dapat menumbuhkan inovasi-inovasi baru.

Tantangan yang dihadapi oleh negara berkembang perlu mendapatkan solusi yang melibatkan semua pemain. Meminta bantuan sektor privat untuk membantu pendanaan dan operasional besar pengolahan limbah bukanlah solusi jangka panjang. Sektor publik mengalami kendala untuk merangkap dua peran, sebagai penyedia jasa dan fasilitas yang memungkinkan publik melakukannya sekaligus menjadi kontraktor dan pelaksana proses pengolahan limbah. Tantangan inilah yang perlu dipikirkan bersama oleh semua elemen dalam negara. Perlu ada inisiatif baik dari sektor publik, privat, maupun masyarakat awam untuk melihat pengolahan limbah sebagai solusi berjangka panjang.