Inisiatif Pengolahan Air Hujan

Musim hujan merupakan musim yang ditunggu sekaligus diwaspadai oleh negara-negara dengan iklim tropis. Curah hujannya yang tinggi membuat kualitas hujan menjadi bagus untuk agrikultur namun apabila kehadirannya tidak diantisipasi dengan baik akan menyebabkan banjir. Bumi adalah tempat penampung alami air hujan dan jika dirusak maka hujan akan menjadi fenomena alam yang selalu membawa kerugian bagi manusia. Padahal dengan perkembangan teknologi yang makin canggih, pengolahan air hujan dapat dilakukan untuk menciptakan persediaan air bersih dalam jumlah yang cukup besar.

Teknologi Pengolahan Air Hujan

Saat ini pemerintah Indonesia sedang mengajak kemitraan dalam mengelola air hujan supaya menjadi air yang layak pakai untuk kebutuhan sehari-hari seperti mencuci baju. Dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup menghimbau pembangunan konstruksi-konstruksi sumur resapan yang berfungsi untuk menyerap air hujan lebih cepat yang dikenal dengan konservasi air di mana prinsip dasarnya adalah mencegah/meminimalkan air yang hilang sebagai aliran permukaan dan menyimpannya semaksimal mungkin ke dalam tubuh bumi.

Atas dasar ini maka curah hujan yang berlebihan pada musim hujan tidak dibiarkan begitu saja mengalir ke laut namun ditampung dalam suatu wadah yang memungkinkan air kembali meresap ke dalam tanah. Melalui sumur resapan dan kolam pengumpul air, pengolahan air hujan menjadi air tanah kembali dapat berlangsung dengan lebih baik. Dan teknologi juga memerlukan sistem tata pemanfaatan air hujan.

Dengan pengolahan air hujan yang lebih baik, usaha menyimpan dan mengkonservasi air dapat menjadi proyek yang mampu dilakukan oleh semua orang. Didukung melalui kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup mengenai pemanfaatan air hujan, masyarakat diajak untuk terlibat untuk berinvestasi di masa depan. Karena dimulai dari pengolahan air yang tepat, kehidupan manusia di masa depan dapat menjadi lebih baik. 

Saatnya Mengurangi Jumlah Limbah Industri Pangan

Limbah industri pangan memang menjadi salah satu permasalahan, mengingat jumlahnya yang sangat besar dan kerugian yang dihasilkan. Dari penelitian yang dilakukan PBB, di negara berkemabang limbah industri pangan dan food loss berada pada tahap pertama di rantai pangan dan dapat dilacak kembali pada penanganan makanan secara finansial, manajerial, dan teknikal termasuk pada fasilitas penyimpanan. Maka memperkuat rantai makanan melalui dukungan terhadap petani dan investasi terhadap infrastruktur, transportasi, dan pengemasan makanan dapat membantu mengurangi jumlah limbah.

Namun di negara-negara dengan pendapatan tinggi, makanan banyak terbuang di tahap terakhir dari rantai pangan. Berbeda dengan situasi di negara berkembang, hal ini disebabkan karena kebiasaan konsumen yang memainkan bagian besar di negara industri. Studi mengidentifikasikan bahwa kurangnya koordinasi antar aktor dalam rantai pangan. Maka baik meningkatkan kesadaran antar industri, retailer, dan konsumen maupun mencari keuntungan dari penyimpanan makanan dapat mengurangi jumlah limbah

Dari analisa PBB tersebut, maka negara-negara mulai mengadakan kampanye untuk meningkatkan kesadaran konsumen mengenai pangan. Oxfam Australia pun memberikan beberapa langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah limbah industri pangan.

1. Perencanaan Masakan

Perencanaan makanan bisa dilakukan dengan membuat daftar masakan apa saja yang akan dibuat selama satu hari. Dengan menghitung seberapa banyak jumlah masakan yang akan dibuat beserta dengan bahan-bahan yang dibutuhkan, maka secara langsung menghindari kelebihan makanan dalam jumlah yang banyak. Menentukan porsi dan rencana makan merupakan hal yang sangat sederhana. 

2. Daftar Belanja

Setalah merencanakan makanan yang akan dimasak, buatlah daftar belanjaan sesuai dengan perencanaan masakan. Misal membuat sayur porsi 3 orang, kita membutuhkan wortel, kubis, dan kentang. Tentukan berapa gram wortel, kubis, maupun kentang yang kita butuhkan. Jika mempunyai kulkas, Anda bisa membeli lebih untuk persediaan selama seminggu dengan perencanaan masakan selama seminggu juga. Namun jika tidak memiliki kulkas, akan sangat baik jika menghabiskan belanjaan dalam sehari sehingga tidak ada yang busuk.

 3. Menggunakan Kembali Sisa Makanan

Jika masakan yang dibuat masih terdapat sisa yang tidak banyak, gunakan untuk membuat jenis masakan yang lain. Sebagai contoh, potongan ayam yang tidak banyak bisa diolah menjadi nasi goreng. Atau mungkin sisa sayur, dapat diolah secara kreatif menjadi salad yang dicampur dengan buah. Tingkatkan kreativitas dalam memasak untuk mengurangi jumlah makanan yang terbuang percuma.

4. Makanan untuk Cacing

Simpan sisa makanan dalam sebuah kontainer dan jadikan sebagai kompos. Kompos sangat berguna untuk menyehatkan cacing-cacing di dalam tanah dan menyuburkan tanah di sekitar rumah. Dengan menyuburkan tanah di sekitar rumah kita bisa berkreasi dengan mencoba menanam tumbuh-tumbuhan yang tentunya juga berguna bagi lingkungan. 

Limbah Industri Medis

Industri kesehatan merupakan salah satu industri dengan limbah yang dapat dikategorikan sebagai limbah berbahaya. Limbah industri medis sendiri dikategorikan dalam beberapa kelompok yaitu limbah menular, limbah B3, dan limbah radioaktif. Ketiga tipe limbah ini merangkum semua sampah medis termasuk benda tajam seperti jarum suntik, alat bedah bekas, organ bekas operasi bedah, dan peralatan gelas lainnya. Limbah industri medis dalam bentuk cair juga memiliki sifat patologi di mana mampu menularkan penyakit termasuk obat-obat kadaluarsa termasuk obat kemoterapi

Penanganan Limbah Medis

Limbah industri medis biasanya ditangani melalui pemakaran dengan suhu antara 982-1093 derajat Celsius. Limbah dimasukkan ke dalam ruangan pertama dimana limbah dibakar pada suhu sangat tinggi. Kemudian ruangan kedua merupakan ruang pembakaran untuk mengkonversi limbah menjadi karbon dioksida dan air. Lalu air direbus dan kemudian dijadikan uap dimana uap ini memilki potensi untuk menciptakan energi.

90% limbah medis diolah melalui pembakaran namun di sisi lain pembakaran ini memiliki efek kemungkinan pada polusi udara. Asap yang dihasilkan oleh pembakaran mengandung zat yang dapat membahayakan. Selain itu juga beberapa isu dimunculkan seperti kandungan dalam abu pembakaran limbah medis. Namun selama ini tidak banyak data yang bisa didapatkan mengenai akses abu limbah industri medis terhadap kesehatan tanah.

Butuh Kesadaran dari Pekerja Medis

Penanganan limbah industri medis pada dasarnya sama dengan penanganan limbah industri yang lain. Dalam pengolahannya juga membutuhkan kesadaran dari semua pihak medis supaya tidak ada limbah yang terbuang sembarangan. Karena limbah industri medis yang terbuang sembarangan dapat membawa dampak yang negatif bagi kesehatan manusia maupun makhluk hidup lainnya. Maka dari itu treatment yang tepat dan manajemen yang benar, akan menghindarkan limbah industri medis menjadi limbah yang membahayakan.

Krisis Pengolahan Air Dunia

Hari Air Dunia pada tanggal 22 Maret merupakan sebuah momen yang mengingatkan manusia mengenai masalah kritis dalam manajemen pengolahan air dunia. Namun permasalahan ini sering kali lewat dari agenda global dan bagaimana pentingnya permasalahan ini bagi masa depan kita. Sebuah artikel dalam Bloomberg Businessweek memberikan opini mengenai kualitas air sebagai krisis global yang tidak diacuhkan.

Artikel tersebut memberikan berbagi kondisi kuantitas dan kualitas air di seluruh region dunia. Bahkan The Third World Centre for Water Management mengestimasikan penanganan air bersih di Amerika Latin hanyalah sebesar 10-12% saja. Air sungai khususnya di beberapa negara berkembang seperti India mengalami polusi dan akhirnya beberapa bagian daerah tersebut mengalami kekurangangan air. Di negara berkembang, menurut statistik PBB, 70% limbah industri dibuang sembarangan ke air yang akhirnya mencemari sumber suplai air.

Problem Masa Depan?

Berangkat dari kondisi pengolahan air yang cukup mengenaskan, kita perlu melihat kembali air sebagai sumber utama dalam kehidupan. Beratus ribu tahun, air telah menjadi bagian dalam perkembangan peradaban manusia dan pengolahannya yang tidak diacukan secara serius akan membawa dampak negatif di masa depan. Permasalahan ini tidak hanya mengenai berapa jumlah air yang harus dipertahankan namun juga kualitas air. Air bersih dan sanitasi kemudian menjadi isu yang krusial karena berpengaruh terhadap kesehatan penduduk dan akhirnya ketahanan negara.

Estimasi-estimasi masa depan perlu menjadi perhatian bagi setiap orang maupun negara. USAID mengestimasi bahwa 1/3 penduduk dunia akan mengalami kesulitan dan kelangkaan air di tahun 2025. Penggunaan air baik dalam industri maupun rumah tangga pun meningkat secara pesat selama 100 tahun terakhir dan tentunya dunia ini membutuhkan kerja sama terintegrasi dalam pengolahan airnya.

Apa metode solusinya?

Hingga saat ini pengolahan air sering kali berkaitan dengan sesuatu yang sifatnya politis. Berangkat dari permasalahan tersebut tiap negara dan penduduk perlu saling bekerja sama. Baik itu dari kebijakan, pengubahan industri yang lebih bersih, pendidikan kepada masyarakat, kolaborasi antar negara, hingga adopsi ratifikasi konvensi PBB perlu menjadi perhatian tiap negara. Masyarakat dan pelaku bisnis berperan sebagai pilar pendukung serta pelaksananya. Masyarakat juga perlu berbagi kesadaran pentingnya air bersih dan pengolahannya ke kelompok masyarakat lain sehingga dari sisi grass root pun ada penghematan. Dengan solusi yang terintegrasi maka kelangkaan air dapat dikurangi atau bahkan dikurangi di masa depan.

Minimalisasi Limbah Industri Manufaktur

Industri manufaktur merupakan industri yang banyak menghasilkan limbah dalam segala bentuk. Menurut safewater.org, ada banyak cara untuk mengurangi limbah dalam setting industrial. Minimalisasi limbah industri bukan hanya pada persoalan kuantitas namun juga bagaimana mengurangi kandungan racun yang terdapat di dalam limbah. Beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi limbah :

  1. Mengubah komposisi produk untuk mengurangi jumlah limbah dari pemakaian produk
  2. Mengurangi atau mengeliminasi material beracun dalam proses produksi
  3. Menggunakan teknologi (pengukuran maupun pemotongan) untuk membuat perubahan dalam proses produksi; peralatan, layout, atau kondisi operasi
  4. Praktik operasi yang benar seperti program minimalisasi limbah, praktik manajemen dan personal, dan membantu segregasi limbah untuk mengurangi limbah dari sumbernya.

Salah satu metode mengurangi jumlah dan kandungan racun dalam limbah industri juga dicanangkan oleh PBB Program LIngkungan (UNEP) dalam Produksi yang Lebih Bersih (Cleaner Production) pada tahun 1989. Cleaner Production merupakan aplikasi berkelanjutan dari strategi pencegahan lingkungan yang terintergrasi dan diaplikasikan dalam proses, produk, dan pelayanan untuk meningkatkan efisiensi secara keseluruhan dan mengurangi risiko pada manusia dan lingkungan.

– Untuk proses produksi: strateginya meliputi konservasi bahan mentah dan energi, mengeliminasi bahan mentah beracun, dan mengurangi kuantitas dan zat beracun semua emisi dan limbah

– Untuk produk: strategi difokuskan pada mengurangi dampak negatif dari siklus hidup sebuah produk, baik dari ekstraksi bahan mentah maupun pembuangan terakhir

– Untuk pelayanan: strategi melibatkan kepedulian inkorporasi terhadap lingkungan dalam distribusi

Dari pemahaman baik dari PBB maupun strategi secara teknikal perlu diaplikasikan oleh industri manufaktur secara konsisten dan terintegari. Inisiatif untuk mengurangi jumlah maupun kandungan limbah industri membutuhkan strategi yang juga perlu dikontrol dan dievaluasi secara rutin untuk mendapatkan dampak yang efektif.

Rantai Limbah Industri Pangan

Industri makanan merupakan sektor industri yang sangat penting. Ketahanan pangan menjadi isu yang krusial di beberapa negara kurang berkembang dan menuntut adanya perubahan dan distribusi pangan yang lebih seimbang. Mengapa? Karena menurut PBB sepertiga hasil produksi merupakan limbah industri pangan. 1.3 milyar makanan dibuang setiap tahunnya dan menurut pemimpin Vatikan, Paus Francis, hal ini disebabkan karena ‘budaya membuang’ (culture of waste) di negara-negara maju. Hal ini tentu saja mengenaskan melihat masih ada masyarakat di belahan dunia lain mengalami kelaparan. PBB bahkan mendata 870 juta orang mengalami kelaparan dan 2 milyar orang masih mengalami mal-nutrisi dan defisiensi nutrisi.

Butuh Peran Terintegrasi

rantai limbah industri pangan

rantai limbah industri pangan

Penanganan limbah industri pangan memang kompleks khususnya berhubungan dengan konsumen. Menurut rantai food loss FAO, persentase pembuangan makanan paling banyak ada di tangan konsumen. Konsumen membuang 27-33% makanan dari rangkaian yang melibatkan pembuangan selama proses produksi, proses penyimpanan, proses pengemasan, dan distribusi. Hal ini juga menunjukkan bahwa pemegang rantai tertinggi dalam pembuangan makanan adalah masyarakat pada umumnya.

Berdasarkan fakta tersebut, FAO melalui bantuan pemerintah tiap negara mengembangkan sebuah pembaruan dalam pengurangan limbah industri pangan. Eropa menjadi region yang menanggapi hal ini dengan serius. Parlemen Eropa mengadopsi sebiah resolusi yang berkomitmen terhadap Uni Eropa untuk memotong setengah dari jumlah pembuangan makanan hingga tahun 2020. Dan tahun 2013 merupakan “Tahun Eropa Anti-Pembuangan Makanan”.

Maka masyarakat Eropa saat ini sedang digiring untuk berkontribusi pada ketahanan pangan yang di masa depan akan mempertahankan keamanan nasional negara. Efisiensi dalam mengonsumsi makanan merupakan elemen utama karena sering kali pembuangan makanan dalam jumlah besar terjadi karena ketidaktepatan dalam penghitungan konsumsi. Hal ini dapat diantisipasi melalui dukungan pemerintah kepada warganya sebagi bagian dari rantai makanan tertinggi.

Kebijakan Pengolahan Air Indonesia

Sebagai negara dengan kebutuhan air yang besar, Indonesia dinilai sebagai negara dengan manajemen pengolahan air yang buruk menurut berita The Jakarta Globe. Menurut Herry Harjono, seorang peneliti senior LIPI menyatakan bahwa proses agrikultur dan manufaktur merupakan salah satu konsumen air paling boros dengan menggunakan 3.400 liter air untuk memproduksi 1 ton beras, 15.500 liter untuk 1 ton daging sapi, dan 20.000 liter untuk membangun 1 buah komputer.

Melihat fakta dari berita tersebut, memang dapat dipastikan adanya penggunaan air yang tidak diimbangi dengan penyimpanan dan manajemen yang tepat. Sistem pengolahan air di Indonesia pada dasarnya telah dietapkan dalam UU No 7 tahun 2004 yang menyebutkan pilar-pilar penting dalam manajemen air. Dalam kebijakan tersebut telah disebutkan mengenai tanggung jawab sumber air yang harus diintegrasikan antara pusat dan regional. UU tersebut juga menyebutkan perlunya perjanjian institusional dalam pengolahan sumber air termasuk memperkuat partisipasi publik maupun sistem finansial dalam pengolahan air.

UU tersebut secara normatif mampu menjadi garis pandu bagi para eksekutor di lapangan untuk menciptakan sistem yang baik dalam pengolahan air. Namun pada kenyataannya UU ini belum dapat diimplikasikan dengan baik. Sistem otonomi daerah dan proyek desentralisasi membuat paradigma UU ini perlu mendapat banyak penyesuaian melihat situasi daerah Indonesia yang bervariasi. Pemerintah daerah khususnya perlu memberlakukan banyak hal yang mendukung implementasi pengolahan air yang telah dirancang secara sistematis.

Melihat implementasi tersebut, maka pemerintah daerah juga membutuhkan partisipasi dari masyarakat daerah juga. Tanpa dukungan dan masyarakat yang mau mengelola air menjadi lebih baik UU tersebut pun menjadi tidak tepat guna. Apalagi dengan kebijakan yang berhubungan dengan irigasi, masyarakat perlu ambil kendali setara dengan pemerintah daerah dalam mengimplikasikan. Jika kebijakan ini dilaksanakan dengan baik, oleh pemerintah maupun masyarakat, maka sistem pengolahan air Indonesia dapat menjadi lebih baik.

Dampak Sosial Pengolahan Limbah yang Tepat

Dalam pengolahan limbah, pemerintah sebuah negara tentu memberikan anggaran yang tidak kecil termasuk perancangan kebijakan maupun monitoring implikasi kebijakan. Pemerintah beserta dengan tim ahli tentu merancang sebuah sistem pengelolaan yang tidak mudah. Sifatnya yang mengikat secara hukum menjadi salah satu indikasi yang menuntut kompleksitas sistem pengelolaan tersebut. Berangkat dari cost secara kuantitas dan kualitas yang tidak sedikit itu, benefit apa yang dapat diberikan dari manajemen pengolahan limbah yang tepat dan benar?

1. Kesehatan masyarakat

Negara yang sehat dapat terwujud jika masyarakat yang hidup di dalamnya juga sehat. Jika menggunakan garis pikir logika, pengelolaan limbah yang benar seperti menjauhkannya dari lingkungan, penggunaan alat keselamatan dalam pengelolaan bagi para pekerja, dan sistem yang tepat, maka masyarakat dan pekerja yang hidup di sekitarnya dapat mengurangi risiko tercemarnya tanah, sumber air, maupun tubuh mereka. Dengan demikian kesehatan dapat terjaga dan kematian akibat penyakit seperti diare dan kolera dapat dihindari. Dengan masyarakat yang lebih sehat dan jumlah kematian akibat penyakit yang menurun, maka negara mendapatkan dampak dari meningkatnya kemampuan hidup masyarakat. Dalam perkembangan ekonomi pembangunan, inidikator ini merupakan salah satu yang terpenting.

2. Kehidupan sosial masyarakat yang lebih baik

Berangkat dari kemampuan pemerintah mengatur pengolahan limbah secara tepat maka masyarakat mendapatkan lingkungan yang jauh lebih sehat. Berangkat dari lingkungan yang lebih baik dan tentunya fasilitas publik seperti taman kota dan sungai kota dapat digunakan secara maksimal. Hal ini tentu dapat mengurangi konflik-konflik sosial yang bisa terjadi akibat fasilitas publik yang tidak memadai. Secara sosial, lingkungan sehari-hari yang difasilitasi, jauh dari sampah, serta lingkungan kerja yang juga sehat mampu membentuk psikologis masyarakat menjadi lebih baik.

Dari dua dampak non-ekonomi yang dapat diberikan oleh sistem pengolahan limbah yang baik, maka pengolahan limbah perlu ditangani dengan serius. Baik itu limbah industri manufaktur maupun industri rumah tangga berupa sampah, semuanya perlu mendapatkan penanganan yang serius. Dampak sosial ini sifatnya investasi dan jangka panjang, namun mampu menjaga stabilitas negara dan tata kota.

Limbah B3 Radiasi Nuklir

BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional) baru-baru ini mengeluarkan sebuah pernyataan resmi yang disampaikan oleh Kepala Biro Kerja Sama, Hukum, dan Hubungan Masyarakat. Dalam pernyataan resmi tersebut BATAN mencoba memberikan pandangan mengenai bagaimana PLTN mampu menjadi sumber energi alternatif yang lebih bersih dibanding minyak. Beberapa data mengenai risiko kecelakaan, infrastruktur pembangunan, dan penanganan limbah radiasi yang dikategorikan limbah B3 disampaikan untuk memberi pengetahuan bagi masyarakat mengenai energi nuklir.

Energi Kontroversial

Semenjak peristiwa Chernobyl dan Fukushima, kecurigaan akan bahaya energi nuklir menjadi semakin tinggi. Negara yang mengembangkan teknologi nuklir dianggap belum mampu menangani dampak limbah radiasi yang dihasilkan. Limbah nuklir memiliki efek lebih dari limbah B3 karena dampaknya bersifat geneologis. Artinya jika masuk ke tubuh seseorang, keturunan orang yang terkena radiasi nuklir juga mendapatkan dampak. Bagi para aktivis lingkungan, kesalahan yang terjadi dari pengelolaan energi nuklir terlalu besar. Risikonya tidak sebanding dengan apa yang dihasilkan dari energi nuklir. Belum lagi kemungkinan nuklir menjadi senjata pemusnah massal membuat beberapa kelompok masyarakat menolak mentah-mentah penggunaannya.

Namun di sisi yang lain, energi nuklir mampu menjadi revolusi dalam penggunaan energi di dunia. Suplai uranium di dunia masih cukup banyak dibandingkan suplai bahan bakar fosil yang mulai mengalami kelangkaan dan butuh ribuan tahun lagi untuk menghasilkan suplai tersebut. Selain karena kebersihan, dengan teknologi yang sudah berkembang saat ini, energi nuklir dapat diatur sedemikian rupa, termasuk dalam pengolahan limbah. Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) menjadi pengawas bagi negara-negara pengembang nuklir dan kontrol serta evaluasinya dilakukan secara ketat. Secara sistem kebijakan maupun pelaksanaan, nuklir sebagai energi alternatif mampu dikembangkan dengan baik.

Nuklir di Indonesia

Menurut laporan BATAN, banyak pihak yang merugikan kemampuan Indonesia mengembangkan energi nuklir. Memang, karena kasus korupsi dan potensi bencana alam di beberapa daerah Indonesia, hal ini membuat masyarakat merasa riskan terhadap pelaksaannya. Namun BATAN sendiri berpikir dengan sangat optimis dalam pelaksanaan PLTN Indonesia dan tentu membutuhkan dukungan dari semua pihak. Baik dari segi teknologi maupun SDM, BATAN meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 150 juta membutuhkan PLTN sebagai energi cadangan mengingat populasi dan kebutuhan energi akan semakin meningkat dalam 10 tahun ke depan.

Berangkat dari situasi tersebut, pro kontra penanganan limbah radiasi sebagai limbah B3 dari pembangunan PLTN pun masih terus berlanjut hingga saat ini. Budaya elit pemerintah yang masih korup ditambah kecurigaan masyarakat Indonesia membuat BATAN sedikit terhambat dalam proyeknya. Distribusi energi di Indonesia pun akhirnya mengalami hambatan karena permasalahan politik dan sosial yang seharusnya mampu diantisipasi melalui kesadaran dan keterbukaan dari pihak pemerintah, privat, maupun masyarakat sipil. 

Pengolahan Limbah: Kertas vs Digital

Di era digital ini tentu sering ditemukan perdebatan mengenai kertas versus digital, manakah yang lebih hijau? Penggunaan kertas sebagai media baca konvensional memang memungkinkan konsumsi pohon menjadi sangat rutin dan dalam jumlah besar. Dan dunia digital yang sedang berkembang diharapkan mampu menjadi media alternatif. Namun dari sisi digital pun, kelemahan utamanya adalah di penggunaan energi. Membaca melalui laptop, tablet, maupun e-book reader memerlukan energi listrik yang juga tidak sedikit. Maka seberapa signifikan perubahan dari kertas menuju digital terhadap perbaikan lingkungan? Perdebatan ini cukup menarik melihat pengolahan limbah kertas maupun limbah elektronik pun masih bermasalah.

Dari sisi pendukung kertas, pengolahan limbah kertas dinilai lebih mudah dibanding mengolah limbah elektronik. Kertas dibuat dari pohon dan sifatnya lebih ramah lingkungan. Lebih mudah juga untuk didaur ulang dan memiliki kelebihan non-lingkungan lainnya seperti penghematan dalam biaya. Sedangkan dari sisi pendukung digital menyatakan bahwa produk elektronik yang digunakan untuk membaca sifatnya lebih tahan lama. Selama pengguna dapat memanfaatkan produk dengan baik, maka produk akan bertahan lama dan tidak mudah rusak seperti kertas. Meskipun dibantah pula oleh pendukung kertas bahwa teknologi semakin maju dan manusia cenderung untuk terus mengikuti perkembangannya,

Perdebatan yang tak kunjung berakhir ini diserahkan lagi bagi masyarakat. Pilihannya untuk menggunakan kertas atau peralatan elektronik dalam hal membaca menjadi sulit untuk dikendalikan atas nama pengolahan limbah yang efektif. Beberapa hal yang ditekankan dalam perdebatan ini adalah bagaimana masyarakat dapat menggunakannya secara seimbang. Konsumsi buku digital maupun konvensional jg perlu memperhatikan hal-hal ini karena buku bukanlah produk yang nilainya dapat dikurangi begitu saja.

Perseteruan kertas vs digital tidak perlu menjadi perdebatan yang non-solutif. Baik pelaku bisnis percetakan maupun masyarakat perlu memikirkan cara-cara solutif untuk memadukan dunia kertas konvensional dengan digital untuk kemudian dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik. Usaha mengurangi limbah kertas maupun limbah elektronik dan penggunaan energi yang berlebihan, perlu diantisipasi secara strategis dan tepat guna. Agar fungsi awal buku maupun e-book tidak terhapus karena perkembangan teknologi dan kondisi lingkungan yang memburuk.